Jumat, 03 September 2010

Peran Agama dalam Kemajemukan Bangsa

Oleh : Adam Rumbaru

Akhir-akhir ini wacana pluralisme muncul sebagai respon atas kemajemukan masyarakat, terutama segi agama atau kepercayaan yang sering kali memicu konflik, baik antar umat beragama maupun antar aliran pemahaman agama. Ajaran agama yang dipahami berbeda-beda oleh para penganutnya melahirkan keragaman aliran pemikiran dan ekspresi keagamaan yang beragama pula. Keragaman ini pada gilirannya menjadi sumber konflik yang tak hanya pada level pemikiran tetapi juga dalam sikap atau tindakan.

Indonesia patut disebut sebagai negara plural, karena negara ini memiliki cakupan yang sangat luas yakni terkait dengan agama, budaya, ideologi, kepercayaan, adat istiadat dan afiliasi politik.

Dalam kehidupan Indonesia yang pluralis itu sejatinya dikedepankan toleransi umat beragama. Namun sayangnya pada era reformasi ini terlihat adanya sikap tidak toleransi yang muncul di tengah-tengah umat beragama akibat dari pengaruh teologis dan kesalahpahaman dalam memandang pluralisme.

Berdasarkan gambaran di atas, maka sebaiknya pluralisme dan toleransi harus dikaji kembali, tak hanya berhubungan dengan persoalan teologis dan eskatologis semata,tetapi juga menyangkut persoalan sosiologis. Artinya, kontroversi mengenai pluralisme tak hanya karena perbedaan penafsiran terhadap ajaran agama yang berkaitan dengan aspek teologi dan eskatologi, tetap juga sekaligus sebagai jawaban atas realitas sosial yang majemuk. Para pemikir dan tokoh agama harus menafsirkan ulang ajaran agamanya masing-masing mengingat zaman telah berubah dan tantangan sosial yang dihadapi dalam era globalisasi ini dirasakan lebih berat.

Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebaiknya para pemeluk agama tidak saling mengklaim tentang kebenaran ajaran agamanya karena selalu menimbulkan konflik. Semua agama mempunya andel dalam perjuangan mengisi kemerdekaan. Sehingga perlu menggalan persatuan dan kesatuan menjaga dan mempertahankan negara dan bangsa yang sama-sama kita cintai ini.

Karena dengan adanya konflik beragama bisa menjadi potret negara dunia dan menilai Indonesia bukan lagi negara kesatuan. Kita harus sadar dan kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila agar nilai-nilai kehidupan pancasilais itu dapat tumbuh dalam setiap jiwa rakyat Indonesia.

Penulis adalah Wasekjen DPP. BIMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.