Sabtu, 27 November 2010

Warga Talang Batu Datangi Komnasham Minta Perlindungan Hukum


Konflik pertanahan atau perebutan lahan antara masyarakat Kampung Talang Batu, Lampung dengan PT. Silva Inhutani dalam bulan November 2010 ini menewaskan satu orang warga, empat orang kenah luka tembak, dan empat orang sedang ditangkap hingga saat ini masih menjalankan proses hukum di Polda Lampung. Atas kejadian itulah enam orang warga masyarakat Talang Batu mendatangi Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas ham) meminta perlindungan hukum.

Mereka yang enam orang warga itu adalah , Herwansyah selaku tokoh masyarakat, Turyanto, selaku warga, Hanny selaku warga masyarakat dan didampingi Ahmad Faisal, SH, MH selaku pengacara dan ditambah Sugeng Suwito dan Haris Simanjuntang.
“Kami sampai sekarang masih merasa takut karena melihat tidak ada kepolisisan atau pemerintah daerah melakukan perlindungan kepada kami. Sehingga kedatangan kami di Komnasham ini meminta agar komnasham secepatnya melakukan perlindungan hokum kepada kami,” ujar Haris Simanjuntang, advokad, kepada wartawan dalam acara jumpa pers di kantor Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Jl. Laturharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/11/2010
Menurut Haris, penembakkan terhadap warga itu diduga adanya keterlibatan Brimob Lampung. Dugaan itu ditujukan dengan alasan masyarakat sipil tidak mungkin melakukan penembakkan itu karena tidak memiliki senjata.

Lebih lanjut Haris menyebutkan nama-nama mereka yang tewas, mengalami luka tembak dan ditangkap antara lain : pertama, korban meninggal yakni Mede Suarte. Kedua, korban luka terdiri dari Wayan Sumarte, Didik, Ajir dan Sutisna. Sementara yang tertangkap adalah Elhamin, Sumbadrak, Rohalia dan Wyn. Sukadani.

Dalam kesempatan itu juga Haris mengemukakan sepulu kronologi konflik tanah Kampung Talang Batu yakni, yang pertama, pada tahun 1918 berdiri sebuah pemukiman masyarakat yang bernama Dusun Talang Gunung, Kampung Talang Batu yang sekarang dimasukkan dalam wilayah kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji. Kedua, pada tahun 1986 Pemerintah/ Dinas Kehutanan melakukan penataan batas terhadap kawasan hutan. 45 Sungai Buaya yang semula luas tanah kawasan hutan seluas 33.500 Hektar ternyata setelah selesai diukur menjadi bertambah luas menjadi 43.100 Hektar.

Ketiga, pada tahun 1997 Menteri Kehutanan memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HP.HTI) kepada PT. Silva Inhutani dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 93/Kpts-II/1997 tanggal 17Februari 1997. Keempat, pada tahun1997 sampai sekarang warga Kampung Talang Batu melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan tanah mereka seluas 9.600 Hektar itu agar dikembalikan statusnya sebagai tanah masyarakat Kampung Talang Batu.

Kelima, Bahwa selama memperjuangkan pengembalian tanah tersebut, pemerintah daerah dari tingkat desa, hingga provinsi telah menyatakan dukungannya agar tanah tersebut dikembalikan kepada warga. Keenam, bahwa Sekjen Departemen Kehutanan juga telah merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan untuk mengembalikan areal penduduk asli. Ketuju, bahwa pada tahun 2008 Pemda Talang Bawang telah membentuk panitia tata batas hutan yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Bupati Mesuji. Kedelapan, bahwa hingga saat ini belum ada realisasi terhadap berbagai kebijakan pemerintah sehingga konflik pertanahan atau perebutan lahan masih sering terjadi antar warga dengan PT. Silva Inhutani yang berbuntut pada kekerasan.

Kesembilan, bahwa pada sepanjang tahun 2010 telah terjadi beberapa kali upaya penggusuran dan pengrusakan terhadap pemukiman warga. Kesepuluh, bahwa akibat konflik tersebut, sejumlah warga masyarakat telah ditangkap Kepolisisan Daerah Lampung dan diproses secara hokum pada hal mereka adalah masyarakat yang tengah memperjuangkan hak-haknya. (Adam)

Jumat, 26 November 2010

Evaluasi Kinerja Kemenhukham, Patrialis Hendaklah Dicopot


Oleh : Adam Rumbaru


Setahun sudah perjalanan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, namun belum tampak sebuah kinerja yang baik terhadap masyarakat Indonesia. Kini masyarakat mulai mengkaji dan meng-evaluasi kinerja pemerintahan SBY-Boediono lebih lanjut. Sorotan terhadap kinerja pemerintahan SBY dilakukan  dari berbagai pihak, dan terdapat sebagian dari mereka ada yang menilai sikap politik akomudatif menjadikan Presiden SBY tersandera dalam menentukan sejumlah kebijakan. Penyendaraan itu secara tak sadar yakni terjadi melalui parpol koalisinya.
Jika Presiden SBY menginginkan roda pemerintahannya berjalan lancar sesui harapan masyarakat, tentunya reshuffle yang direncanakannya itu harus tetap dilaksanakan tanpa ketergantungan partai politik koalisinya. Namun, apabila tidak dilaksanakan reshuffle kabinetnya, maka tentu publik menilai Presiden SBY bagaikan tersandera oleh parpol koalisinya.
Sejalan dengan akan dilakukan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, masyarakat yang saat ini memiliki fungsi kontrol terhadap menteri-menteri dan menilai beberapa menteri yang kinerjanya buruk. Oleh karena menteri yang berkinerja buruk akan mempengaruhi jalannya pemerintahan. Untuk itu kinerja menteri yang buruk, hendaklah diganti.
Telaah atas kinerja beberapa menteri yang dinilai publik berkinerja buruk tersebut, Gerakan Masyarakat Untuk Pendidikan Politik Hukum dan Hak Azasi Manusia (GEMPITA) Indonesia menemukan salah satu indikator kinerja buruk yakni Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Patrialis Akbar dengan menemukan beberapa skandal kejahatan sebagai berikut :
Pertama, memberikan remisi dan grasi kepada para koruptor. Kedua, membiarkan penggunaan fasilitas mewah terpidana kepada Ayin di penjara. Ketiga, menerima gratifikasi dari pengusaha melalui staf khususnya bernama Euis Yeti Fatayati untuk memenangkan proyek/tender passport. Keempat, mengeluarkan pendapat kontroversi tentang putusan Mahkamah Konstitusi mengenai status Jaksa Agung. Kelima, telah melakukan pembiaran terjadinya bisnis seks di lingkungan Lembaga Pemasyarakat. Keenam, tidak mampu memberikan pendapat hukum kepada Presiden yang jernih dan objektif tentang kasus kriminalisasi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan kasus tersebut di atas, Presiden SBY diharapkan bertindak tegas dalam mengontrol kinerja kabinetnya. Berani melakukan reshuffle terhadap menterinya yang dianggap tidak layak menjalankan tugas sebagai pembantu presiden.
Terkait adanya kinerja buruk Ptrialis Akbar yang mencerminkan ketidakprofesionalitas tersebut, GEMPITA Indonesia mulai mengambil langkah-langkah hukum untuk menggulingkan Patrialis dari jabatannya. Langkah yang pertama melakukan Aksi Unjuk Rasa sebanyak dua kali di depan Kantor Departemen Hukum dan HAM, KPK, KPPU. Langkah yang kedua, GEMPITA telah melakukan konfrensi pers. Dan langkah yang ketiga, Gerakan Masyarakat Untuk Pendidikan Politik Hukum dan HAM akan melaksanakan kegiatan Seminar Sehari dalam rangka meng-evaluasi kinerja setahun Menteri Patrialis Akbar.

Penulis adalah : Koordinator Aksi GEMPITA Indonesia