Kamis, 19 Maret 2015

Jokowi Sadar Stabilitas Rupiah, BI Jangan "Sembrono" Lagi

KURS mata uang Rupiah tak berdaya hadapi dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Kamis (19/3/2015). Rupiah diprediksi masih tetap berada pada level Rp. 13.200. Meski demikian, Rupiah telah memperoleh tenaga tambahan dari Bank Indonesia (BI).

Pengamat Ekonomi Ahmadi Hasan mengatakan, Kurs Rupiah memperoleh tambahan tenaga karena Suku Bunga acuan BI tetap 7,5 %. 

"Sebelumnya, BI sembrono menurunkan Suku Bunga acuan 25 basis point dari 7,75 % ke 7,5% sehingga turut memicu keterpurukan Kurs ke Rp.13.200," rinci Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Kamis (19/3/2015).

Menurut Ahmadi, turunnya Suku Bunga acuan ini, Gubernur BI telah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Mengingat pengalaman dan resiko Kurs yang telah terjadi, maka BI sudah har
us berpikir untuk berhati-hati menurunkan Suku Bunga, BI tidak boleh gamang, namun bersikap profesional dalam melihat level stabil Kurs Rupiah terhadap USD," imbunya.

Selain itu, mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini juga mengomentari soal paket enam kebijakan dadakan Jokowi yang telah memberikan keyakinan bahwa orang nomor satu RI ini sudah menyadari pentingnya stabilitas Kurs Rupiah. 

Dengan demikian, Ekonom ini menyarankan, Jokowi seharusnya bisa memastikan terlaksananya enam paket kebijakan tersebut.

Sebab, kata dia, malam tadi Bank Sentral US tidak menaikan Suku Bunga acuannya, itu berarti Kurs Rupiah akan perkasa.

"Ya, semalam saya lihat Bank Sentral US tidak menaikan Suku Bunga acuannya, itu artinya Kurs Rupiah akan perkasa," tandasnya.

Dengan kondisi seperti ini, Ahmadi mengingatkan, agar Menteri Keuangan (Menkeu) tidak lagi membebani Kurs Rupiah dengan pajak besar-besaran, agar Kurs Rupiah bisa kembali stabil. 

"Kurs rupiah sebenarnya bisa kembali stabil karena Jokowi sudah sadar, makanya Menkeu jangan lagi membebani Kurs Rupiah dengan pajak," tegasnya. | POL

Selasa, 17 Maret 2015

Karena Anggap Enteng Rupiah Lemah, Jokowi Sempoyongan


KURS mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (17/3/2015) masih berada di level Rp.13.200. Pelemahan yang begitu dalam membuat Rupiah tak berdaya sehingga dolar AS semakin liar.


Pengamat Ekonomi Ahmadi Hasan mengatakan, akibat plosotan Kurs Rupiah yang tidak terkendali itu, Pemerintahan Jokowi Sempoyongan bak kata pepatah jangan menganggap enteng sesuatu masalah.

" Jangan menganggap enteng, karena masalah itu bisa terjadi sebegitu besar sampai kamu tidak bisa mengendalikannya," ujar Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Ahmadi menilai hantaman longsornya Kurs Rupiah telah membuat respon paniknya Tim Ekonomi Kabinet Kerja. " Rakyat kasat mata melihat keprofesionalitas JKnomic (Tim Ekonomi Jusuf Kalla) tidak memiliki rencana perekonomian antisipatif," pungkasnya.

Lebih lanjut Ekonom ini mengatakan, melempengnya Sektor Riil dan terlalu Mikronya pemikiran ekonomi Pembantu Jokowi, mengakibatkan negara ini sampai ke jurang Kurs Rupiah yang merugikan rakyat.

"Ya, memang pemikiran Tim Ekonomi Jokowi ini terlalu dangkal, sehingga tak mampu mengatasi pelemahan Kurs Rupiah, maka jadilah seperti ini," tandasnya. (Ar | POL)

Jumat, 13 Maret 2015

Pelemahan Rupiah, "Ancaman" Bagi Pertumbuhan Ekomomi


KURS Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (13/3/2015) masih berada di level Rp.13.200. Anjloknya Kurs ini semakin memperpuruk perekonomian bangsa Indonesia.

Pengamat Ekonomi Ahmadi Hasan mengatakan, pelemahan Kurs Rupiah yang Up 13.200 itu, dapat berefek mengancam pertumbuhan ekonomi."Dari awal masa Pemerintahan Jokowi-JK, sudah bersikap tidak sensitif terhadap pelemahan Kurs Rupiah," kata Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Menurut Ahmadi, Tim Ekonomi Kabinet Kerja itu lebih tepatnya disebut JK nomic (Tim ekonomi JK) bukan Jokowi nomic (Tim Ekonomi Jokowi), untuk itu haluan harus segera disadari Jokowi.

"Sampai saat ini investor tidak melihat adanya pemikiran ekonomi Jokowi, bahkan posisi pelemahan Kurs Rupiah telah menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Lebih lanjut mantan aktivis HMI ini mengemukakan, bahwa dengan adanya pelemahan Kurs ini, maka bank-bank akan mengerem penyaluran kreditnya. Itu artinya ekonomi kita di ambang kegagalan.

"Pemerintah hanya sibuk perbesar Anggaran, akibatnya uang di masyarakat menipis, daya beli rakyat melorot dan pertumbuhan dari sisi konsumsi terancam,"simpulnya.

Dengan demikian, Ahmadi meminta agar Jokowi segera ingatkan Menkeu bahwa PPN Tol 10 persen akan membebani rakyat. " Harga BBM sudah Internasional Price, lalu dihajar lagi dengan PPN Tol, dead sudah," tutupnya.

Berita ini juga ada di www.pelitaonline.com

Kamis, 12 Maret 2015

Rakyat "Kecewa", Menkeu Dan BI Diminta Stop Pernyataan Kurs Rupiah

KURS mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Kamis (12/3/2015) belum menunjukan tanda-tanda penguatan. Rupiah masih berada di kisaran Rp13.200 per USD. Kelemahan Rupiah yang semakin larut mencemaskan investor lokal.

Pengamat Ekonomi Ahmadi Hasan meminta kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia dan Bank Indonesia (BI) sebaiknya berhenti mengeluarkan pernyataan soal kinerja terkait stabilitas Kurs Rupiah.

"Saya minta Menkeu dan BI agar berhenti mengeluarkan pernyataan terkait stabilitas Kurs Rupiah, karena hal ini merupakan performance Menkeu dan BI yang gamang dan tidak profesional," tegas Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Menurut dia, statement Gubernur BI bahwa pihaknya akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas Kurs Rupiah. 

"Bagaimana mau profesional, sampai hari ini Menkeu dan BI sudah sangat mengecewakan dan menyia-nyiakan kepercayaan rakyat," tandasnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, Kurs kita telah longsor makin jauh Up Rp13.200. Sementara Deputi Gubernur (Depgub) BI menyampaikan pelemahan Rupiah menguntungkan ekspor Indonesia.

"Statement seperti ini harusnya dihentikan, begitu juga penyampaian Menkeu bahwa pelemahaan Kurs Rp100 menambah APBN Rp.2,3 triliun,"simpulnya.

Terkait statement tersebut, Ahmadi meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera menyadari janjinya untuk mengevaluasi kinerja menterinya.

"Hal seperti ini presiden tidak harus diam, namun dia secepatnya menyadari hal penting untuk mengevaluasi kinerja menteri-menterinya," tutupnya. 

Rabu, 11 Maret 2015

Tim Ekonomi Jokowi Tak Bersenergi, Rupiah Tersandra "Politik Gonjang-Ganjing"


KURS mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Rabu (11/3/2015) mengalami tekanan pada perdagangan. Rupiah hari ini diprediksi berada di level support Rp13.010 dengan resistance Rp13.100.


Terkait hal itu, Pengamat Ekonomi Ahmadi Hasan mengatakan, Tim Ekonomi Joko Widodo (Jokowi) telah berencana dalam pekan ini akan memberikan insentif pajak bagi Penanaman Modal Asing (PMA) yang memilih reinvestasi. 

"Tim Ekonomi Jokowi berencana memberikan insentif bagi PMA yang memilih reinvestasi dan tidak mentransfer hasil investasinya ke pemilik modal di negara asalnya,"beber Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Menurut dia, ini merupakan satau langkah cukup simple bagi penguatan Kurs Rupiah. " Hanya Saja pemerintah lupa bahwa Insentif Pajak Ekspor bagi penghasil devisa wajib segera diberikan," tandasnya.

Lebih lanjut Bos PT. Hamston Burm ini menilai, Tim Ekonomi Kabinet Kerja itu masih tidak paham dan tidak bersenergi.

" Mereka itu tidak paham dan tidak pula bersenergi, apalagi Menkeu yang terkesan menginginkan pelemahan Rupiah," pungkasnya.

Agar supaya Kurs Rupiah itu kembali menguat dan stabil, mantan Asosiasi Indonesia Taiwan ini mengemukakan, bahwa penguatan Kurs Rupiah itu sejatinya didukung stabilitas makro politik yang kondusif.

"Investor belum melihat tanda-tanda makro politik Indonesia yang stabil, perpecahan partai politik tidaklah akan memberikan efek baik dan kondusif bagi pemerintahan Jokowi-JK," jelasnya.

Investor, lanjut dia, sulit berharap dari pemerintahan yang kedudukan politiknya masih gonjang-ganjing. " Kedewasaan Partai Politik dan Kenegaraan Presiden dalam bersifat netral akan menciptakan stabilitas," tutupnya. | POL

Selasa, 10 Maret 2015

Rupiah "Anjlok", Jokowi Jangan Paksakan Suku Bunga Turun

KURS mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (10/3/2015) dibuka melemah 0,11% ke level Rp13.052/ISD.

Pengamat Ekonomi, Ahmadi Hasan menyatakan, pelemahan Rupiah masih terjadi karena fundamental ekonomi Indonesia belum baik. Ia menilai, Current account masih rawan dan begitu rapuh akibat besarnya utang valas Pemerintah dan Swasta.

"Dari sisi ekspor untuk memperkuat penerimaan devisa, Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) belum fokus dan juga tidak membentuk Tim dalam rangka peningkatan ekspor," tegas Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Selasa (10/3/2015).

Tim Ekonomi Kabinet Jokowi, Menurut dia, seharusnya sudah layak membentuk Insentif dan fasilitas ekspor.

" Tim Ekonomi Kabinet Jokowi sudah selayaknya membentuk Insentif dan fasilitas ekspor, dan Devisa masuk harus menjadi prioritas, terangnya.

Berbeda dengan perekonomian AS yang ditandai dengan menurunnya tingkat pengangguran dan naiknya nilai upah pekerja adalah suatu hal yang lumrah dari kinerja perekonomian Obama yang semakin cemerlang.

Lebih lanjut pria yang menyandang gelar profesional Cartified Wealth Management (CWM) dari University Belanda mengemukakan, Penguatan ekonomi AS tersebut tidak relevan bila kurs Rupiah melemah. Justru, jika ekonomi AS terpuruk Kurs Rupiah akan semakin semakin terpuruk.

" Jadi jangan Kurs Rupiah meriang karena baik dan buruknya ekonomi AS, yang benar saja, Jokowi jangan paksakan suku bunga Indonesia diturunkan," imbunya.

Sebab, sambung dia, bagi Indonesia suku bunga 9 % jauh lebih sesuai, demikian pula inflasi yang terlalu rendah juga tidak baik bagi pertumbuhan.

"Saya kira bagi Indonesia, suku bunga 9 % jauh lebih sesuai, begitu juga inflasi jika terlalu rendah, maka efeknya tidak baik bagi pertumbuhan," paparnya. | POL