Kamis, 19 April 2012

Karena Berbakat Acting Prima Memilih Terjun di Dunia Sinetron


Jakarta, adamrumbaru.blogspot.com

Maraknya dunia sinetron membuat para remaja tertarik untuk ikut mengambil peran. Namun, hal itu sangat sulit untuk mendapatkan peran dalam sebuah sinetron. Minimalnya pendatang baru berpenampilan sebagai figuran untuk membantu mensukseskan sebuah sinetron. Lagi-lagi sinetron, Prima demikian nama yang akrab disapa dari nama lengkap Fuji Prima Anjar Susanto mengaku dirinya menyukai dunia seni, yang memulainya dengan dunia musik lalu selanjutnya ia berpindah ke dunia sinetron.

“ Saya sangat tertarik dengan dunia sinetron karena saat ini tampak ditandai adanya industri perfiliman semakin maju, dan hal ini juga ada hubungannya dengan bakat saya dan pencinta seni,” Ujar Fuji Prima Anjar Susanto kepada adamrumbaru.blogspot.com di lokasi shooting bertempat di kawasan Citragran. Jl. Juwinanggung No.5, Cibubur, Jakarta Timur Kamis (19/4) dalam sebuah sinetron berjudul Putih Abu abu.

Menurut Prima, dunia sinetron merupakan wadah yang paling tepat untuk menyalurkan bakatnya dan dapat berkembang menjadi pribadi yang baik dan yang lebih menjaga dan melestarikan dunia seni.

Pemuda kelahiran Bekasi 29 Mei 1992 dan dengan tinggi badan 180 cm itu mengakui, sinetron saat ini lebih maju dibandingkan dengan sinetron-sinetron pada tahun sebelumnya.

“ Saya menilai produksi perfiliman lebih beranjak maju dan kualitasnya pun meningkat, hal itu terjadi akibat dari ada kerja sama yang baik dan kehormonisan antara pemain film, crew dan sutradara,”tegasnya. (adam)




Rabu, 11 April 2012

Membina Generasi Jurnalistik Untuk Kemajuan Bangsa


            Oleh : Adam Rumbaru

Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingka laku masyarakat. Hal itu disebabkan media massa mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang membaca tidak hanya  perorangan akan tetapi, mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan masyarakat. Dalam perspektif itu, media merupakan sarana yang efektif dan berdaya jangkau luas untuk mempromosikan gagasan seseorang dalam kehidupan berdemokrasi. Melalui media massa, gagasan inklusif itu dapat dikomunikasikan secara luas dan menjangkau semua kalangan, bahkan sejak usia sekolah yang dapat mengantarkan anak didik untuk mengenal pentingnya solidaritas sosial antara warga, penghormatan terhadap kemajemukan, dan nilai-nilai dasar demokrasi keadaban.

Peran media massa yang sangat signifikan itu, diharapkan dari setiap media tidak dikembangkan jurnalisme partisan yang tidak kompatibel dengan upaya membangun saling pengertian. Jurnalisme yang professional dan indenpenden dalam menjalankan tugas peliputan adalah harapan sebuah demokrasi. Karena di dalam demokrasi pers merupakan pilar demokrasi yang menduduki peringkat keempat. Kinerja dan peran media massa di negara Indonesia sampai saat ini memang perlu diakui bahwa para Jurnalisme telah banyak memberi kontribusi bagi perkembangan media massa. Berkat jurnalistik, kemajuan teknologi bisa dibaca oleh banyak orang. Jurnalistik merupakan dunia yang sangat menggiurkan disamping juga memberi banyak manfaat utamanya mengembangkan skil/ketrampilan. Untuk  pemuda pun perlu dikenalkan dan lebih diakrabkan dengan dunia jurnalistik.

Sebagai bagian dari kelompok terdidik, pemuda juga harus memiliki kemampuan dalam pengembangan potensi dalam dirinya. Karena di usia mereka itulah awalnya ditandai adanya perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si pemuda  tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektualnya, terutama melalui pendidikan di sekolah dan kampus, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal.   Disamping itu pula, boleh dikatakan masa mereka masih dalam proses menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak.

Berdasarakan pemikiran tersebut di atas, maka perlu kiranya dikembangkan pendidikan jurnalisme kepada pemuda khususnya jurnalisme media cetak seperti Koran, majalah dan online. Sebagai upaya pengembangan bakat dan skil jurnalistik kepada pemuda, maka kami dari Lembaga Analisa Pengembangan Demokrasi bermaksud melaksanakan kegiatan pelatihan jurnalistik di kalangan pemuda.

Program pelatihan kepenulisan ini merupakan salah satu iktiar dalam rangka mengembangkan skilis remaja di Indonesia dalam dunia jurnalistik/kepenulisan. Materi dalam pelatihan jurnalistik ini tidak membebani pemuda dengan tema-tema yang berat, namun diupayakan peserta merasa senang dan enjoy di dalam mengikuti pelatihan. Dengan pelatihan ini diharapkan akan memunculkan pemuda memiliki kemampuan di dalam mengelola media massa secara handal untuk semakin mempercepat pencapaian tujuan organisasi atau pergerakan.

Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Analisa Pengembangan Demokrasi (LAPD)







Selasa, 10 April 2012

Potret Kehidupan Umat Beragama di Indonesia


Oleh : Adam Rumbaru
Direktur Eksekutif LAPD

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “KeTuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Pada tahun 2010, kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 9,2% Protestan, 3,5% Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% Buddha. 

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu

Dengan enam agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.

Keragaman agama ternyata menimbulkan dilema tersendiri.  Di satu sisi, memberikan kontribusi positif untuk pembangunan bangsa. Namun di sisi lain keragaman agama dapat juga berpotensi  menjadi sumber konflik di kemudian hari. Konflik bisa saja terjadi. Penyebab konflik terkadang disebabkan adanya truth claim (klaim kebenaran). Namun yang paling banyak terjadi, konflik lebih dipicu oleh unsur-unsur yang tak berkaitan dengan ajaran agama sama sekali. Konflik sesungguhnya dipicu oleh persoalan ekonomi, sosial dan politik, yang selanjutnya di blow up menjadi konflik (ajaran) agama.
Kita percaya bahwa tidak ada satu agamapun di muka bumi ini yang mengajarkan umatnya untuk melakukan kekerasan dan permusuhan. Ajaran normatif kitab suci selalu mendendangkan kedamaian dan ketenteraman antar sesama umat beragama. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan, penafsiran atau pemahaman pemeluk agama dapat menjadi pemicu terjadinya disharmonisasi antar pemeluk umat beragama. Seperti yang telah disebut di muka, truth claim dan doktrin keselamatan agama, kerap menjadi faktor munculnya disharmonisasi.

Dalam upaya membangun, menjaga dan mempertahankan kerukunan umat beragama, peran pemuka agama menjadi sangat penting.  Pertemuan tokoh-tokoh lintas agama untuk berdiskusi, bermusyawarah, bahkan dalam tingkat tertentu berdebat adalah wahana yang cukup positif untuk membangun kebersamaan dan saling memahami . Di satu sisi, tingginya intensitas pertemuan tokoh-tokoh lintas agama memberikan pengaruh positif . Namun di sisi lain, dialog yang dikembangkan ternyata hanya menyentuh kalangan elit agama. Di dalamnya tidak saja terbangun simpati tetapi juga empati. Sayangnya, apa yang terjadi pada level atas ternyata tidak menetes ke bawah. Pendek kata, dikalangan akar rumput tidak terbangun saling memahami ajaran masing-masing agama. Tetap saja masing-masing pemeluk bertahan pada keyakinannya sendiri dan menganggap ajaran orang lain salah. Untuk itulah diperlukan langkah-langkah yang lebih kreatif, segar dan baru, dalam rangka membangun kerukunan umat beragama.

Satu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah kerukunan itu sebagai harga mati bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu, kerukunan harus terus dipertahankan kendatipun kejadian belakangan ini, kerusuhan dan amuk massa atas nama agama membuat banyak pihak pesimis. Bahkan ada yang mengatakan, kita berpotensi menjadi negara gagal karena tidak berhasil mengawal pluralitas.

Satu hal yang perlu diwaspadai, persoalan kerukunan umat beragama tidak selalu kasat mata. Tidak selamanya tampak jelas dipermukaan. Terkadang masalah kerukunan ini ibarat api dalam sekam. Kerukunan menyimpan sisi-sisi yang bersifat laten dan potensial. Ia bisa mencuat kepermukaan dan meledak, membakar apa yang ada disekitarnya sehingga sulit untuk dipadamkan. Dengan demikian, dibutuhkan kea`rifan untuk mengelola kerukunan umat beragamaini.

Dalam kontek inilah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: Pertama, kelangsungan kehidupan bangsa ini tidak hanya terpikulkan kepada penganut satu agama tertentu saja, akan tetapi tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia tanpa kecuali. Dan karena itu kesadaran terhadap prinsip egaliter di kalangan masyarakat perlu lebih dikembangkan. Kedua, masyarakat kita hendaknya dapat hidup rukun sekalipun mereka menganut agama dengan ajaran teologi yang berbeda karena dengan rukunnya masyarakat memberi peluang yang lebih besar bagi mereka untuk mengamalkan ajaran agamanya secara paripurna. Tetapi sebaliknya manakala mereka hidup dalam suasana penuh kecurigaan maka semakin kecil peluang mereka melaksanakan perintah agamanya secara baik. Ketiga, masyarakat hendaknya dapat disadarkan bahwa perbedaan itu tidak sama dengan permusuhan. Keempat, umat beragama hendaknya menyadari bahwa kebenaran praktis yang dimiliki setiap agama selalu memiliki misi universal dan tentunya berdimensi kemanusiaan (inklusif). Oleh karena itu, eksistensi sebuah agama pada dasarnya ditentukan bukan oleh kekuatan politik-birokrasi akan tetapi didasarkan pada sejauhmana kontribusinya kepada nilai-nilai universal kemanusiaan. Semakin besar sumbangan kemanusiaan yang diberikan suatu agama, maka dengan sendirinya semakin besar peluang memberi corak bagi perkembangan kemanusiaan dimasa depan.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Pengembangan Demokrasi. Mantan Ketua Umum Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam Himpunan Mahasiswa Islam (LDMI HMI) Cabang Ambon