Selasa, 10 Maret 2015

Rupiah "Anjlok", Jokowi Jangan Paksakan Suku Bunga Turun

KURS mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (10/3/2015) dibuka melemah 0,11% ke level Rp13.052/ISD.

Pengamat Ekonomi, Ahmadi Hasan menyatakan, pelemahan Rupiah masih terjadi karena fundamental ekonomi Indonesia belum baik. Ia menilai, Current account masih rawan dan begitu rapuh akibat besarnya utang valas Pemerintah dan Swasta.

"Dari sisi ekspor untuk memperkuat penerimaan devisa, Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) belum fokus dan juga tidak membentuk Tim dalam rangka peningkatan ekspor," tegas Ahmadi kepada Pelitaonline.com di Jakarta, Selasa (10/3/2015).

Tim Ekonomi Kabinet Jokowi, Menurut dia, seharusnya sudah layak membentuk Insentif dan fasilitas ekspor.

" Tim Ekonomi Kabinet Jokowi sudah selayaknya membentuk Insentif dan fasilitas ekspor, dan Devisa masuk harus menjadi prioritas, terangnya.

Berbeda dengan perekonomian AS yang ditandai dengan menurunnya tingkat pengangguran dan naiknya nilai upah pekerja adalah suatu hal yang lumrah dari kinerja perekonomian Obama yang semakin cemerlang.

Lebih lanjut pria yang menyandang gelar profesional Cartified Wealth Management (CWM) dari University Belanda mengemukakan, Penguatan ekonomi AS tersebut tidak relevan bila kurs Rupiah melemah. Justru, jika ekonomi AS terpuruk Kurs Rupiah akan semakin semakin terpuruk.

" Jadi jangan Kurs Rupiah meriang karena baik dan buruknya ekonomi AS, yang benar saja, Jokowi jangan paksakan suku bunga Indonesia diturunkan," imbunya.

Sebab, sambung dia, bagi Indonesia suku bunga 9 % jauh lebih sesuai, demikian pula inflasi yang terlalu rendah juga tidak baik bagi pertumbuhan.

"Saya kira bagi Indonesia, suku bunga 9 % jauh lebih sesuai, begitu juga inflasi jika terlalu rendah, maka efeknya tidak baik bagi pertumbuhan," paparnya. | POL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.