Senin, 19 Juli 2010

Potret Kepercayaan Manusia Menurut Pandangan Islam


Oleh : Adam Rumbaru

Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk Allah yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi. Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia sebagai pemilik atau "rajanya"

Manusia sebagai pemilik bumi menjalankan tugasnya selain sebagai khalifah atau wakil Tuhan itu, manusia juga bertugas sebagai hamba Tuhan yang selalu taat dan tunduk dalam menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Manusia yang merupakan mahluk tertinggi dalam ciptaan Tuhan tersebut sangat memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tatanilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu, maka kesempurnaan itu tidak mungkin terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian juga cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki atau tetap bahkan berbahaya.

Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kehidupannya kita temui bentuk-bentuk kepercayaan itu beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk-bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan yaitu kesemuanya itu salah atau salah satu diantaranya benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mendung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.

Sekalipun demikian kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai yang kemudian melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengingat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tata nilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.

Di dalam Islam kepercayaan itu ditandai dengan kalimat kesaksian (Syahadat) Islam yang kesatu: Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan " Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan " Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai yang berarti tunduk kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Dia pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasra itu disebut Islam.

Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka munusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya.

Sesuatu yang diperlukan itu adalah " Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi tidak dimiliki oleh setiap orang. Wahyu itu hanyalah bisa diberikan kepada orang tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul untuk menyampaikan kepada seluruh umat manusia. Para Rosul dan Nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim,Isa sampai pada Muhammad SAW. Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rosul penghabisan, jadi tidak ada rosul lagi sesudahnya.

Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain sebagai bacaan, kata Al-Quran juga berarti " kumpulan" atau kompilasi, yakni kompilasi dengan segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan sebuah kompendium yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammad SAW. Maka kalimat kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang dianut manusia yakni Muhammad adalah Rosul Allah.

Simak Al-Quran yang diturunkan kepada Muhammad SAW yang didalamnya keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti yang terdapat pada Surat Al-Ikhlas yang menerangkan secara singkat ; Katakanlah: Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaru segala harapan. Tiada Ia berputera dan tiada pula berbapa. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya  dari pada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seruh sekalian Alam.

Penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Barisan Insan Muda (DPP. BIMA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.