Jumat, 15 April 2011

Misteri Kemunculan Pemimpin Rahmatan Lil Alamin



Oleh : Adam Rumbaru

Bangsa Indonesia saat ini sangat mendambahkan seorang pemimpin yang ideal. Pemimpin yang benar-benar memiliki ledership dan mampu memahami kebutuhan masyarakat. Dengan perkataan lain bahwa pemimpin yang ideal itu adalah pemimpin yang tumbuh dan berkembang bersama rakyat, sehingga pemimpin tersebut selalu berada di hati sanubari rakyat. Begitu pula sebaliknya rakyat berada dalam hati sanubari sang pemimpin. Itu artinya apa yang dirasakan rakyat sudah sama halnya dirasakan sang pemimpin.

Selaku pemimpin tidak harus mementingkan diri sendiri dan golongan tertentu, melainkan selalu menjunjung tinggi kepentingan umum, utamanya kepentingan rakyat. Memang perlu disadari bahwa dalam pergolakan politik menuju demokrasi di Indonesia selalu mengedepankan peran penting rakyat dan orang perorang yang mengekspresikan dirinya dan menampakkan sosoknya sebagai tokoh politik.

Sorotan kritis terhadap kehadiran tokoh politik dengan wajahnya, sikapnya, pola pikirnya perjuangan visi dan misinya, masing-masing memungkinkan kita untuk melihat secara seksama politik sebagai wadah timbulnya berbagai kreasi kemanusiaan sehubungan dengan upaya mengarahkan kekuasaan negara berjalan di atas prinsip rasionalitas, kejujuran, dan keadilan. Dengan perkataan lain, cita-cita tegaknya kemanusiaan bergantung pada interrelasi antara sistem dan aktor politik. Idealnya, terjadi sinkronisasi antara sistem politik demokratis dan tokoh politik semestinya memperoleh kajian luas berdasarkan perspektif yang teruji validasinya.

Demokrasi sering mengalami kesulitan tatkala diterapkan di negara-negara yang mengalami fragmentasi sosial politik yang tajam. Warisan kolonial, modernisasi, sosialisme, dan sejumlah ide lainnya yang perna diterapkan sebelumnya, umumnya terlihat lebih memporakporandakan formasi sosial. Akibatnya, modernisasi hanya melahirkan disorganisasi sosial. Di tengah reruntuhan proyek modernisasi itu, gagasan Demokrasi diharapkan mampu menjadi obat bagi munculnya format tatanan sosial yang baru. Adalah membentuk susunan masyarakat yang berpaham pluralisme.

Bukan saja diharapkan masyarakat berfaham pluralisme, paham seperti ini justru harus melekat pada sanubari sang pemimpin atau elit politik terutama yang berada pada lingkaran kekuasaan. Indonesia disebut sebagai bangsa yang super majemuk. Dengan kemajemukan itulah, sehingga perlu diusung seorang pemimpin pluralis.
Kembali kepada kehidupan masyarakat Indonesia yang amat majemuk (plural) dalam konfigurasi suku bangsa, agama, perbedaan golongan antara pendatang dan pribumi, berbagai kolektive berdasarkan fungsi sosial, kedudukan sosial dan idiologi dan berbagai lapisan sosial dalam pengertian tradisional. Pluralisme dengan demikian, merupakan sebuah fakta yang menjadikan Indonesia tampak sebagai sebuah mosaik raksasa dengan warna-warni budaya, agama, adat istiadat, dan lain sebagainya sangat beragam.

Pluralisme sebagaimana dikatakan Suwarsih Warmain, bangsa Indonesia adalah bangsa multi etnis yang sudah diketahui dengan jelas yakni berkisar di atas 205 suku bangsa dan 14 ribu pulau.

Muncul Pemimpin Rahmatan Lil Alamin

Pluralisme atau keberagaman yang demikian itu dalam beberapa hal merupakan anuggerah. Akan tetapi, tak adanya good governance dalam pengelolaan negara dan masyarakat, akan membuat pluralisme itu menjadi stagnan sebagai blunder yang pada giliran selanjutnya mengancam keutuhan Indonesia sebagai bangsa.
Seorang pemimpin dengan sikap pluralisme, kini telah berada di pintu gerbang bangsa Indonesia, dan sebentar lagi akan menerima mandat dari rakyat untuk dapat mengelola khazanah budaya yang melekat pada pluralitas bernama Republik Indonesia ini.

Pemimpin sebagaimana disajikan pada penulisan edisi sebelumnya adalah sandi G yang didengungkan sebagai pemimpin Islam Rahmatan Lil Alamin. Semakin dekat kemunculan pemimpin G, semakin juga ditandai adanya gejolak alam yang didalamnya terdapat huruf G seperti gempa bumi, meletusnya gunung berapi, buku gurita cikeas, praktek tindak pidana korupsi oleh Gayus Tambunan di instansi pajak, saat ini juga beberapa daerah diserang oleh ular buluh yang gatal.

Semua peristiwa alam di tanah air yang diwarnai dengan sandi G ini menginspirasikan kepada kita bahwa ini merupakan sebuah alamat baru bangsa ini, untuk dapat beranjak dari kehidupannya yang buruk menuju kejayaan. Oleh karena itu tidak sepantasnya bila kita berujar bahwa ini laknat Tuhan. Sesungguhnya tanda-tanda alam itu terjadi merupakan bacaan untuk manusia utamanya Islam. Karena Rasulullah SAW menerima wahyu pertama kali di gua hira adalah ayat yang berbunyi iqrah yang artinya“bacalah”. Bacalah yang dimaksud adalah tidak hanya berupa konsep, namun ayat itu memiliki makna yang sangat luas. Makna tersebut bisa berarti bacalah tanda-tanda alam, bacalah tanda-tanda perkembangan zaman, bacalah tanda-tanda pada diri manusia, bacalah hal-hal lain dari yang gaib, dan seterusnya.

Pemimpin dengan sebutan Rahmatan lil alamin dengan Sandi G karena masih tetap pada ramalan Joyo Boyo yakni Notonogoro (goro-goro). Sebenarnya pemimpin itu tidak bisa hadir begitu saja tanpa diberikan pesan oleh alam semesta. Pemimpin rahmatan lil alamin dengan ditandai huruf G berdasarkan urutan dalam abzat Indonesia (a,b,c,d,e,f,g), ternyata  huruf G berada pada urutan ke tujuh. Ada yang menduga bahwa jangan-jangan urutan ketujuh itu adalah panglima jenderal berbintang tujuh.

Dahsyatnya lagi, huruf G yang mendapatkan urutan ketujuh dalam abzat Indonesia tersebut dapat didefinisikan yang sama artinya dengan tujuh lapis langit dan bumi. Nah, pada esensinya tujuh lapis langit dan bumi sebetulnya cerminan atas diri manusia itu sendiri. Sehingga layak bila dikatan gejolak alam itu dapat memunculkan pemimpin rahmatan lil alamin untuk dapat menyelamatkan alam semesta. Penyelamatan terhadap alam semesta itu dilakukan oleh seorang pemimpin yang berjiwa relegius.
Dikatakan pemimpin relegius karena G bisa dihubungkan menjadi god yang artinya Tuhan. Bila itu terjadi, maka dengan pasti pemimpin tersebut dalam kepemimpinannya mengedepankan nilai-nilai ke-Tuhanan dan relegiusitas.

Potret Gejolak Empat Dimensi Dalam Diri Manusia

Kemunculan pemimpin G memang dinilai sangat misterius karena selalu disertai dengan gejolak empat dimensi yang telah menelan korban nyawa manusia dan harta benda yang dalam jumlah tidak sedikit. Gejolak berupa kebakaran, banjir, tanah longsor, gempah, badai tsunami, jatunya pesawat, munculnya ular buluh yang gatal, semuanya itu menginspirasikan kita bangsa Indonesia, akan datang pemimpin baru yang membawa harapan baru untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Gejolak alam sebagaimana disebut di atas adalah manivestadi dari diri manusia itu sendiri. Karena bila dikaji secara esensial, maka dapat dipahami bahwa dalam diri manusia itu terdapat empat dimensi atau empat unsur diantaranya adalah api,angin, air dan tanah. 

Dimensi Api dalam diri manusia dapat dilihat berupa amarah, dendam, dengki dan lain sebagainya. Jika dimensi api itu bergejolak dalam diri manusia, maka yang terjadi adalah perseteruan antara dua pihak dengn saling membunuh. Air dalam diri manusia bukan saja berupa banjir, namun air itu bisa diartikan sebagai darah manusia yang tersimbah akibat perseteruan (baca peristiwa Tanjung Periok, peristiwa Kalimantan Timur, Ambon, red). Dimensi Angin dalam diri manusia adalah nafas. Nafas itu masuk keluar melalui empat pintu yakni mulut, hidung, mata, dan telinga. Empat panca indra itu adalah masuk keluarnya nafas yang boleh saja dapat mengundang datangnya perkara-perkara yang merugikan diri manusia itu sendiri. Dimensi Tanah dalam diri manusia, berupa jasad yang membungkus roh manusia. Roh yang suci bila dijaga melalui hati, maka Allah bersemayan di dalamnya, jika tidak dijaga kesuciannya, maka Allah pun tak akan hinggap di dalamnya, malah hanya yang terjadi adalah penyakit hati seperti kesombongan atau riah, dengki terhadap sesama manusia bahkan sesama umat beragama, saling siku dan lain sebagainya.

Penulis adalah mantan Ketua Umum Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam (LDMI-HMI) Cabang Ambon.


Rabu, 06 April 2011

Bencana Empat Dimensi Menguatkan Datangnya Sandi G

Oleh : Adam Rumbaru
Indonesia diakui sebagai bangsa yang relegius. Disebut sebagai bangsa yang relegius karena terdapat enam agama yang hidup rukun dan damai. Disamping mendapatkan sebutan negara relegius, mayoritas masyarakat bangsa Indonesia juga memiliki keyakinan adanya mistik. Mistik itu dari zaman ke zaman masih tetap melekat pada keyakinan masyarakat.

Kebanyakan paranormal bangsa ini meramalkan kepemimpinan di masa yang akan datang selalu menafsirkan kata “notonogoro” dalam bahasa Jawa yang artinya mengatur negara. Joyo Boyo Seorang tokoh paranormal yang perna meramal presiden yang akan terpilih dalam pemilihan umum tahun 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono dari kata no (notonogoro) akhirnya terbukti. Karena ramalan Joyo boyo tentang notonogoro itu terbukti, maka masyarakat tetap meyakini datangnya seorang pemimpin dari notonogoro.

Menurut beberapa paranormal pemimpin bangsa yang akan datang adalah G (goro-goro) dari kata “notonogoro”. Penafsiran mereka tentang pemimpin dengan sandi G itu dilihat dari adanya bencana alam seperti meletusnya gunung berapi, gempa yang terus melanda, dalam perpolitikan ditandai dengan gurita cikeas, korupsi pajak oleh Gayus Tambunan. Karena musibah dan kejadian-kejadian yang melanda negeri ini diawali dengan huruf G, maka mereka paranormal tetap pada dugaan mereka bahwa akan munculnya pemimpin baru kita dengan inisial / sandi G.

Penafsiran tentang siapakah orangnya berinisial G? Sampai sekarang mereka masih menyembunyikannya. Bagi mereka, pemimpin dengan inisial G, sudah bulat diyakini, dan apalagi gejala alam itu terus memberikan bahasa isyaratnya kepada mereka. Manusia pada hakekatnya dipahami sebagai alam kecil atau mikrokosmos sementara alam yang manusia berada ini disebut sebagai alam besar atau alam makrokosmos. Maka dapat disimpulkan bahwa manusia adalah alam dan alam adalah manusia.

Mengenal Alam Manusia

Tanpa adanya alam pasti tidak ada juga kehidupan manusia, namun bisa juga terbalik bahwa tidak ada manusia, juga pasti tidak ada alam. Manusia diciptakan pastilah berguna untuk alam dan alam diciptakan pastilah berguna bagi kehidupan mansusia. Alam bercermin kepada manusia begitu juga sebaliknya manusia bercermin kepada alam.

Di dalam ayat suci Al-quran Allah berfirman, sesungguhnya kerusakan yang terjadi baik di darat maupun di laut adalah ulah dari tangan-tangan manusia itu sendiri.

Dari ayat di tas dapat disimpulkan bahwa apabila manusia menjadi rusak imannya, maka rusaklah alam semesta, manusia merusak alam, maka akan berefek pada diri manusia itu sendiri.

Untuk lebih jauh mengenal alam mikrokosmos terlebih dulu kita mengenal unsur-unsur yang terdapat pada diri manusia. Dalam diri manusia dikenal adanya empat unsur atau empat dimensi yakni air, api, angin, dan tanah. Bahwa gejolak alam yang terjadi adalah gejolak dari manusia itu sendiri. Gejolak alam sebagai manifestasi empat dimensi pada diri manusia itu terlihat antara lain adalah kebakaran, bencana gempah bumi, meletusnya gunung berapi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan, angin puting beliung, dan lain-lain.

Empat dimensi yang bergejolak itu, menunjukkan kepada kita bahwa ada kesalahan yang kita perbuat. Perbuatan yang kita manusia perbuat dapat dilihat dari berbagai kejahatan misalnya, kejahatan terstruktural yang dikenal dengan kejahatan tindak pidana korupsi. Korupsi itu merupakan salah satu kejahatan yang ber-efek menelantarkan rakyat. Maraknya kejahatan tindak pidana korupsi di negara Indonesia menunjukkan kepada rakyatnya bahwa pemimpin bangsa ini belum bertindak tegas, tidak berlaku arif dan bijaksana.

Kepemimpinan bangsa Indonesia saat ini sedang digoncang dengan isu “revolusi” dari gerakan aktivis mahasiswa dan pemuda. Gerakan revolusi yang akan dimotori mahasiwa itu dengan tujuan pergantian kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena dinilai tidak tegas dan dibalik itu juga terdapat beberapa kejahatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Maka pemimpin yang lahir dari gejolak empat dimensi alam ini diharapkan menjadi pemimpin benar-benar berperilaku arif dan bijaksana. Berbicara soal Kearifan seorang pemimpin, lebih tepatnya bila kita belajar dari kearifan matahari dan samudera.

Kearifan Matahari

Sesungguhnya jagat raya ini mengajarkan kearifan-kearifan yang tidak ada tandingannya. Matahari misalnya, mengajarkan kepada kita manusia bagaimana seharusnya mencintai, tanpa membeda-bedakan asal-usul, agama, perbedaan warna kulit,kaya atau miskin dan lain-lain sebagainya. Sinarnya yang selalu rajin setiap pagi dan tenggelam di sore hari menandakan bukti nyata sebagai kesetiaan yang tiada taranya kepada seluruh isi jagat raya ini. Tidak perna matahari ingkar janji lalu tidak muncul di pagi hari dan tidak tenggelam di ufuk barat.

Kesetiaan matahari yag tiadataranya ini sejatinya diteladani oleh setiap orang, uatamnya kepada para pemimpin dan penguasa negeri ini, agar titap setia pada janji yang pernah diucapkan, janji kepada Tuhan atau kepada sesama insan.

Jika dilambangkan dalam cinta, maka sinar matahari menggambarkan bahwa kita mesti mencintai siapa saja,tanpa membeda-bedakan, apakah itu manusia kere/miskin atau kelas bangsawan. Mencintai di sini bisa diartikan tetap menghormati atau memperlakukan secara manusiawi kepada siapasaja didunia ini. Kepada pelacur misalnya, dimana mereka seringkali dianggap sebagai kaum rendah dan hina, adalah sangat bijak bilama tetap memandang dan memperlakukannya secara manusiawai. Jangan hinakan mereka, tetapi jika bisa bantulah mereka untuk mencari solusi permasalahan mereka.

Kearifan Samudra

Sementara itu, samudra atau laut mengajarkan sebuah sikap penerimaan cinta yang tida taranya. Jiwa samudra adalah pelambang sikap penerimaan yang tulus, ikhlas, tanpa ada rasa gelo (kecewa) atau getun (menyesal). Mengapa demikian? Sebab, samudra adalah sebuah tempat di mana semua aluran sungai mengalir dan berakhir di sana.

Lewat aliran sungai yang akhirnya menuju ke laut/samudra, semua benda akan diangkut/dibawa. Apakah itu benda/barang busuk, barang baik, semua kotoran dan barang berharga diterima tanpa adanya penolakan.

Inilah prinsip kehidupan laut atau samudra yang merupakan perlambang sebuah sikap menerima, dan menerima semua barang (kondisi, keadaan) yang baik atau yang buruk.

Pemimpin yang akan datang, yang lahir berdasarkan seleksi alam diharapkan akan mengedepankan nilai-nilai kearifan dan relegius. Karena dari sandi G itu muncul beberapa penafsiran bahwa G yang bila digunakan dalam bahasa Inggris, maka G itu akan menjadi Good yang artinya baik, God yang artinya Tuhan, kesempulannya bahwa G adalah pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik karena di dalam dirinya meng-sifati nilai-nilai ketuhanan (God).

Seorang pemimpin bila dalam dirinya keseluruhan dihiasi nilai-nilai ketuhanan, maka pemimpin tersebut adalah pemimpin sekalian alam atau Khalifah fil’ard. Khalifa fil’ard hadir sebagai rahmatan lilalamin.